Minggu, 30 Juni 2013

Tergila-gila Tarian Okinawa

TEMPO.CO, Jakarta - LAGU Yamko Rambe Yamko membahana dalam sebuah gedung di sudut Okinawa, kota di bagian selatan Jepang, 6 Oktober tahun lalu. Diputarnya lagu daerah Papua itu diikuti gerakan tarian khas Okinawa, eisa, yang dibawakan 12 orang Indonesia dari kelompok U-Maku Eisa Shinka.

Dalam kompetisi eisa internasional, Worldwide Esia Festival, itu U-Maku Eisa Shinka menari penuh semangat sembari sesekali menabuh taiko—gendang khas Okinawa. Seruan "Hiyasasa!", yang menambah semangat, beberapa kali mereka teriakkan. Penampilan mereka yang memikat akhirnya berbuah piala pendatang baru pilihan juri.

Menurut Ketua U-Maku Eisa Shinka, Venita Ninanda alias Pepen, 36 tahun, timnya sukses mencuri perhatian karena memadukan lagu daerah, kostum berbahan batik, dan penggunaan gerakan tari piring dalam eisa. "Kami unggul karena konsep eisa kami unik, meski secara teknik kalah dibanding tim negara lain," kata Pepen saat ditemui di Gandaria City, Rabu lalu.

Eisa adalah tarian tradisional masyarakat Okinawa yang dibawakan sejak abad ke-17. Di daerah asalnya, eisa dibawakan saat Obon, perayaan menyambut kembalinya arwah leluhur, yang digelar tiap pertengahan tahun. Gerakan para penari eisa banyak mengadopsi teknik karate—ilmu bela diri yang populer di Okinawa.

Umumnya, eisa dibawakan belasan hingga puluhan pemuda. Beberapa di antaranya menari sambil memainkan taiko berukuran besar atau oodaiko, sebagian lainnya menabuh taiko kecil atau paranku. Pada awal dibuat, eisa hanya boleh dibawakan laki-laki. Barulah sekitar 30 tahun silam perempuan diizinkan ikut memainkan taiko.

Adalah perempuan asal Okinawa, Yuko Fukuhara, yang mengenalkan eisa kepada Pepen. Saat itu, medio 1998, Yuko, yang satu kampus dengan Pepen di Universitas Indonesia (UI), meninggalkan sepuluh buah paranku dan sebuah oodaiko, sebelum kembali ke Jepang. Yuko juga mewariskan sebuah keping video berisi tayangan eisa, yang dibawakan pemuda kampung halamannya.

Peninggalan Yuko dimanfaatkan Pepen—saat itu mahasiswa sastra Jepang—dan ketujuh kawannya dari jurusan studi lain yang tertarik pada budaya Jepang untuk mempelajari eisa. Gerakan eisa dalam video mereka jiplak persis. Dari video pulalah mereka tahu, saat menari, oodaiko mesti digendong di punggung, sedangkan paranku dipanggul di depan dada.

Pada 2002, Pepen akhirnya memutuskan membentuk komunitas sebagai wadah bagi mereka yang ingin mempelajari eisa. Nama U-Maku Eisa Shinka adalah pemberian Yuko, yang bermakna "anak-anak muda 'nakal' dan penuh semangat yang menarikan Eisa". "Yuko tahu benar, kami yang mendirikan komunitas ini adalah orang-orang 'gila'," ujar perempuan berambut cepak itu.

Mereka pun kemudian mulai pede terlibat dalam sejumlah pentas, baik di dalam maupun di luar kampus. Kiprah mereka mulai menarik perhatian sejumlah orang, yang akhirnya menawarkan diri bergabung dengan U-Maku Eisa Shinka. Heti Novela, 31 tahun, adalah salah satunya. Saat itu Heti, mahasiswa Jurusan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, memutuskan bergabung dengan U-Maku Eisa Shinka setelah mendengar berita soal komunitas tersebut di radio.

"Satu demi satu orang akhirnya bergabung dengan kami. Tak hanya dari UI, tapi juga mahasiswa kampus lain dan anak sekolahan. Kami sadar, kalau komunitas itu hanya diisi anak UI, pasti jumlahnya terbatas karena anggotanya suatu hari akan lulus semua," kata Pepen, yang kini bekerja sebagai staf media Jepang, Yomiuri Shimbun. (Selengkapnya baca di sini

ISMA SAVITRI
Topik Terhangat
Ribut Kabut Asap |PKS Didepak?| Persija vs Persib |Penyaluran BLSM |Eksekutor Cebongan

Baca Juga:
Diego Maradona Emoh Tampil di Dahsyat 
Ini Wasit Final Piala Konfederasi 2013
Jokowi dan Megawati Terpukau dengan Ariah 
Maradona Rombak Jadwal di Indonesia 
Maradona: Jangan Campur Sepak Bola dengan Politik


Source : http://www.tempo.co/read/news/2013/06/30/108492248/Tergila-gila-Tarian-Okinawa