Kamis, 25 Juli 2013

Memberi ASI demi Si Buah Hati


Kompas.com
- Adakah yang menandingi kasih ibu? Sejak awal di kandungan, ibu akan mempertaruhkan segalanya untuk memberikan yang terbaik untuk buah hatinya, termasuk memberikan Air Susu Ibu (ASI).

Namun keinginan para ibu untuk memberikan ASI ternyata tidak selalu mudah dan lancar. Banyak ibu yang mengalami ASI tidak juga keluar setelah melahirkan, puting lecet, sampai pelekatan mulut yang tidak sempurna sehingga bayi kesulitan menghisap.

Hal tersebut juga dialami oleh Arninta Puspitasari (26). Sejak awal kehamilan ia sudah membekali diri dengan berbagai informasi seputar ASI hingga mengikuti kelas laktasi agar dapat memberikan ASI eksklusif bagi putri pertamanya Azka Nesiaraya (6,5 bulan).

Bahkan ia mengambil cuti empat bulan dari tempatnya bekerja agar bisa lebih maksimal memberikan ASI. Namun tetap saja setelah melahirkan ia mengalami kesulitan.

"Mungkin karena baby Raya dan saya sama-sama belajar, soal pelekatan tidak langsung bisa. Bahkan puting saya sampai retak dan berdarah saat menyusui," kata wanita yang bekerja sebagai public relation di sebuah produsen makanan ini.

Dalam dua minggu pertama Arninta masih kesulitan menyusui. "Karena luka pada puting terlalu parah, dokter meminta agar sementara menyusui dihentikan karena diberikan obat topikal pada bagian luka,"katanya.

Sambil menunggu proses penyembuhan, ia memerah ASI-nya dan memberikannya melalui dot. Tetapi Ninta harus menghadapi masalah lain karena berat badan bayinya tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan. "Oleh dokter disarankan untuk dibantu dengan donor ASI atau susu formula agar berat badannya cepat bertambah," katanya.

Karena merasa tidak yakin dengan konsep donor ASI, akhirnya ia memilih susu formula sambil tetap menyusui.

Keinginan Wardah Fazriati atau Wawa (32) untuk memberikan ASI ternyata juga tak sesederhana yang dibayangkannya. Sejak awal ia sudah bercita-cita memberikan ASI eksklusif kepada putri pertamanya Dahayu Hadiya Raji (4 bulan). Namun di usia kehamilan 34 minggu ia mengalami perdarahan hebat dan terpaksa melahirkan lewat operasi caesar.

Karena terlahir prematur, Dahayu harus dirawat dalam inkubator. Lemahnya kondisi fisik pasca persalinan juga membuat Wawa baru bisa memberikan ASI di hari ketiga. "Tetapi saat itu Dahayu belum bisa menghisap sehingga ia diberikan ASI perahan lewat pipet," katanya.

Hasil perahan ASI yang sedikit, hanya 20-30 ml sekali peras, membuat bayinya terpaksa diberikan susu formula. "Rasanya sedih sekali dan ada perasaan bersalah karena merasa tak bisa memberikan yang terbaik," katanya.

Baik Ninta atau Wawa sama-sama menyadari ASI adalah makanan ideal bagi bayi yang tidak tergantikan oleh susu formula. Mereka juga mengetahui manfaat pemberian ASI dapat meningkatkan bonding antara ibu dan bayi.

"Karenanya sampai sekarang meski ASI hanya sedikit dan bayi sudah minum susu formula, setiap ada di rumah saya tetap menyusui untuk menguatkan ikatan batin," kata Wawa yang seharian bekerja di kantor ini.

Banyak sebab

Menurut dr.I Gusti Ayu Pratiwi, Sp.A, ada beberapa hal yang menyebabkan ibu tidak dapat menyusui, antara lain tidak mempraktikkan inisiasi menyusu dini, menyusui tidak sesuai keinginan bayi (on demand), ibu atau bayi sakit, rasa tidak percaya diri ibu mampu memberikan ASI, ada masalah pada payudara, dan sebab-sebab lain.

Cara dan posisi menyusui yang salah kerap kali membuat bayi tidak nyaman sehingga menangis dan ibu menjadi stres sehingga air susu terhambat. Untuk bisa memberikan ASI dengan benar, ibu juga harus memperhatikan gerakan bayi saat menghisap.

"Isapan pada puting susu ibu akan merangsang dikeluarkannya hormon-hormon yang berfungsi untuk produksi ASI," kata dokter yang biasa disapa dr.Tiwi ini dalam acara temu media yang diadakan oleh Pigeon di Jakarta beberapa waktu lalu.

Makin sering dan makin lama bayi menyusu pada payudara, makin banyak jumlah ASI yang diproduksi. Bila bayi kenyang karena diberi makanan atau minuman lain selain ASI, maka bayi akan malas untuk menyusu sehingga produksi ASI berkurang.

Selain itu pemberian ASI melalui dot terlalu dini juga bisa membuat bayi "bingung puting" sehingga bayi tidak mau menyusu lagi melalui payudara. Karena itu Tiwi menganjurkan agar bayi yang tidak dapat menyusu langsung pada payudara ibu diberikan ASI dengan sendok.  

Menurut dr.Luh Karunia Wahyuni, Sp.KFR, keterampilan bayi dalam menghisap ASI dan mengeluarkan suara memiliki persamaan mendasar, yakni mempergunakan alat gerak oral (oromotor).

"Bayi juga melalui proses belajar melakukan gerakan oromotor sampai tercapai gerakan otomatis dan terampil," katanya.

Menurut dia, keberhasilan bayi untuk menghisap dan menelan ASI harus diawali dengan posisi menyusui yang tepat. "Menyusui itu bagi bayi setara dengan lari cepat 100 meter sehingga melelahkan. Tapi dari kegiatan ini anak belajar dan otot-ototnya bekerja, termasuk meningkatkan kemampuan kontrol lehernya," katanya.

Meski tidak direkomendasikan, menurut Tiwi penggunaan dot kadang-kadang diperlukan. "Terutama jika bayi sudah berusia lebih dari tiga atau empat bulan yang gizinya kurang karena berat badannya tidak naik-naik," katanya.

Tetapi penggunaan dot sebaiknya tidak untuk bayi yang sudah mulai masuk dalam tahap pengenalan makan karena bisa mengganggu fase-fase perkembangannya.

"Kalau sudah besar masih ngedot, itu seperti kembali belajar skill awal sehingga keterampilannya tidak maju-maju. Padahal, ada fase anak belajar pakai sendok, mengunyah, dan lain-lain," kata dr.Luh Karunia Wahyuni, SpKFR, dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ditambahkan oleh Tiwi, penggunaan dot berkepanjangan juga beresiko menyebabkan anak mengalami gigi berlubang atau infeksi telinga.

Tiwi berpendapat, sedapat mungkin ibu harus berjuang memberikan ASI bagi bayinya karena kandungan ASI yang sangat lengkap. Selain untuk tumbuh kembang, ASI juga sempurna untuk meningkatkan kecerdasan bayi dan sesuai dengan saluran cerna bayi.

Pilihan ibu bekerja

Seperti halnya Ninta atau Wawa, ribuan ibu bekerja di kota besar seperti Jakarta, harus berjuang ekstra keras untuk dapat memberikan ASI eksklusif bagi bayi mereka seperti yang dianjurkan dunia kedokteran.

Berdasarkan studi Infant Feeding Research tahun 2005, penggunaan susu formula memang mengalami penurunan dan angka pemberian ASI eksklusif meningkat sampai 95 persen. Namun demikian, dari angka menyusui tadi, terjadi penurunan pemberian ASI secara langsung dari payudara ibunya sebesar 42-49 persen. Dengan kata lain, banyak ibu yang memerah ASI kemudian dimasukkan ke dalam botol lalu diberikan pada bayi.

"Sebagian besar ibu memang hanya memberikan ASI secara langsung selama cuti melahirkan saja. Setelah bekerja, tentu mereka harus meninggalkan bayinya di rumah dengan pengasuhnya," kata Saturo Saito, Manager Baby & Mother Care Laboratory, Pigeon R&D Jepang, di Jakarta.

Didasari fakta tersebut, Saito mengatakan Pigeon terus berinovasi membuat dot yang dapat membuat bayi menyedot ASI dengan sempurna dan dibuat semirip mungkin dengan anatomi puting susu ibu sehingga bayi dapat menyusui dengan alamiah.

"Dot Pigeon terbaru yang disebut Peristaltic Plus Nipple ini memiliki keunggulan dalam soal perlekatan, struktur yang fleksibel dan memudahkan gerakan peristaltik alami, serta aliran susu tidak mudah tumpah untuk menghindari bayi tersedak," katanya.

Ketiga manfaat tersebut, menurut Saito, sudah dibuktikan lewat penelitian di 200 rumah sakit di Jepang. Studi tersebut mencakup bagaimana bayi menghisap, pengukuran lidah dan puting, serta koordinasi bayi dalam menghisap, menelan, dan berpanas.

Source : http://health.kompas.com/read/xml/2013/07/25/1159475/Memberi.ASI.demi.Si.Buah.Hati