Kamis, 18 Juli 2013

Ibu Pakai BB tapi Anak Gizi Buruk, Apa yang Salah?


KOMPAS.com
- Staf ahli dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pinky Saptandari mengatakan, ada daerah di Indonesia yang para ibunya sudah menggunakan alat penunjang komunikasi yang baik, seperti Blackberry, namun secara umum anaknya masih mengalami gizi buruk.

Fenomena tersebut dikatakan Pinky sebagai dampak dari mitos-mitos keliru soal pola makan. Maka tak heran, meski berstatus ekonomi cukup baik, anak gizi buruk tetap ditemui di sejumlah daerah.

Mitos yang berkembang di masyarakat dapat mempengaruhi pola makan dan kebiasaan makan sehari-hari. Sayangnya, tak sedikit pula mitos justru bersifat menyesatkan sehingga dapat menghambat kecukupan gizi.

Padahal, gizi merupakan salah satu pilar terpenting bagi kesehatan. Terlebih bagi bayi dan anak, gizi sangat mempengaruhi tumbuh kembangnya. Kecukupan gizi adalah aspek mutlak demi kesehatan yang optimal.

"Mitos merupakan salah satu aspek budaya yang tidak dapat terlepas di tengah kehidupan bermasyarakat," ujar Pinky dalam acara Nutritalk bertajuk "Peran Budaya dalam Pemenuhan Gizi Ibu dan Anak" yang diselenggarakan Sarihusada di Jakarta, Rabu (17/7/2013).

Pinky mencontohkan, di Nigeria bayi dilarang makan telur karena mitosnya bisa memperlambat menutupnya ubun-ubun. Padahal telur merupakan salah satu sumber protein yang butuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.

Selain itu, ada pula daerah yang mengharuskan bayi untuk makan pisang yang dikerok. Padahal usia bayi belum 6 bulan yang harusnya hanya diberikan ASI saja.

Pinky mengatakan, karena sudah ada dari generasi-generasi sebelumnya maka mitos seringkali tidak disadari. Maka, lanjutnya, dibutuhkan cara-cara untuk melenyapkan mitos keliru di masyarakat. Salah satunya membuat daftar kebiasaan makan, dan menganalisanya.

"Yang benar diteruskan, yang salah dibuang," tegasnya.

Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Made Astawan menuturkan, ada tiga hal yang perlu dilakukan untuk menyingkirkan mitos keliru seputar kebiasaan makan. Yang pertama yaitu edukasi melalui media massa, media sosial, dan sarana-sarana lain agar masyarakat lebih mudah mendapat informasi yang benar soal gizi.

Kedua, posyandu, puskesmas dan penyedia jasa layanan kesehatan lain harus aktif mengkampanyekan gizi. Bukan hanya pada masyarakat yang mengalami gizi buruk, tapi juga menyeluruh ke semua lapisan masyarakat.

Ketiga, pemberdayaan masyarakat perlu ditingkatkan untuk mengangkat status ekonomi. "Dengan status ekonomi yang membaik, mereka akan semakin mudah memenuhi gizi keluarganya," pungkasnya.

Source : http://health.kompas.com/read/xml/2013/07/18/1123404/Ibu.Pakai.BB.tapi.Anak.Gizi.Buruk.Apa.yang.Salah.