Selasa, 18 Juni 2013

Saat Pria Stres, Muncul Risiko Jantung Sampai Jumlah Sperma Turun

Saat Pria Stres, Muncul Risiko Jantung Sampai Jumlah Sperma Turun

Liputan6.com, New York : Pria dan wanita bisa mengalami stres. Namun, efek stres untuk wanita dan pria berbeda-beda baik secara fisik dan psikologi dalam jangka panjang.

Stres pada kedua jenis kelamin bisa menyebabkan ketegangan dan kecemasan, tapi stres juga bisa memengaruhi pikiran dan tubuh pria.

Pria lebih agresif dalam bereaksi dengan stres.

"Kita mematikan sistem kekebalan tubuh kita, sistem reproduksi... Itu menekan pelepasan testosteron dan menekan sistem reproduksi lainnya," kata penulis `The Stress Response` Christy Matta.

Ada 7 gangguan kesehatan pada pria yang stres seperti dikutip Huffington Post, Senin (16/6/2013):

1. Penurunan daya tarik di wajah

Hormon testosteron dikaitkan dengan sistem kekebalan tubuh dan wajah yang menarik pada pria. Penelitian University of Aberdeen menemukan, wanita menemukan 94 persen pria paling menarik ketika testosteronnya tinggi dan hormon stres kortisolnya rendah sehingga sistem kekebalan tubuhnya tinggi.

Pria yang kortisolnya lebih tinggi dianggap kurang menarik. Kortisol dalam penelitian berperan dalam menghalangi kerja testosteron yang membuat pria terlihat lebih menarik.

2. Risiko penyakit jantung

Stres merupakan faktor risiko berkembangnya penyakit jantung dan stres warisan juga meningkatnya risiko jantungan.

Penelitian Henry Ford Hospital menemukan, pria yang memiliki riwayat keluarga penyakit jantung didiagnosa berpenyakit jantung 12 tahun lebih awal dibandingkan yang tidak memiliki riwayat jantung. Dan pria yang memiliki skor yang tinggi dengan gejala stres (khawatir, ketidaksabaran, kemarahan, dan gejala lain) cenderung mengalami stres.

"Depresi dan stres diketahui menjadi faktor risiko untuk penyakit jantung," kata Mark W Ketterer, Ph.D, dari Departement of Behavior Health Henry Ford Hospital.

"Tak satu pun dari faktor-faktor risiko lain, termasuk kolesterol, tekanan darah tinggi tinggi atau diabetes, yang terbukti memiliki hubungan kekeluargaan yang signifikan dalam grup ini. Oleh karena itu, kemungkinan pria yang memiliki gejala awal penyakit jantung mungkin memiliki kecenderungan genetik terhadap stres, yang menyebabkan penyakit jantung".

3. Memengaruhi sperma

Bagi calon ayah mulailah hindari stres. Sebuah penelitian menunjukkan stres kronis bisa mengakibatkan perubahan ekspresi gen untu sperma ayah dan perubahan itu bisa mempengaruhi keturunannya.

"Tidak masalah jika ayah yang masa pubertas atau dewasanya stres sebelum menikah. Kami menunjukkan di sini untuk pertama kalinya bahwa stres dapat menghasilkan perubahan jangka panjang untuk sperma," ujar Pemimpin penelitian Tracy L Bale, PhD.

"Temuan ini menunjukkan, salah satu cara stres ayah bisa dihubungkan dengan penyakit neuropsikiatri".

4. Mempercepat berkembangnya kanker prostat

Sebuah penelitian terbaru pada tikus menemukan stres kronis mempercepat perkembangan kanker prostat. Temuan itu memberikan manfaat bagi pasien kanker prostat agar mengurangi stres sebagai bagian dari pengobatan.

University of California menunjukkan, manajemen stres menghasilkan hal yang positif pada pria dengan kanker prostat.

5. Disfungsi ereksi

Menurut WebMD, 10 sampai 20 persen dari semua kasus disfungsi ereksi (ED) terkait dengan faktor psikologis seperti stres, kecemasan, dan depresi.

Robert M. Sapolsky, Ph.D., profesor neurologi di Stanford, menjelaskan bahwa menyalakan sistem saraf parasimpatis (yang dikenal sebagai sistem "bersantai dan memperbarui") sangat penting untuk gairah - tapi ketika kita sedang stres, kita 'kembali mengoperasikan dari sistem saraf simpatik ("melawan atau lari").

6. Turunkan jumlah sperma

Stres dan kecemasan dapat memainkan peran besar dalam kesuburan pria. Penelitian terbaru yang dilakukan di Italia, seperti dilansir Reuters Health, menemukan bahwa pria yang stres mengurangi ejakulasi dan memiliki jumlah sperma lebih rendah dibandingkan pria yang tidak berada di bawah stres.

Stres juga berkorelasi positif dengan sperma yang cacat dan kurang bergerak.

7. Penarikan sosial

Pada 2010 studi University of Southern California menemukan pria yang stres menunjukkan aktivitas yang kurang di daerah yang berhubungan dengan memahami perasaan orang lain. Ketika sedang stres, otak pria jadi kurang respons terhadap ekspresi wajah, terutama rasa takut dan amarah, sedangkan wanita memiliki aktivitas yang lebih besar di daerah otak tersebut.

"Ini adalah temuan pertama yang menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin dalam efek stres pada perilaku sosial meluas ke salah satu transaksi sosial yang paling mendasar - mengolah ekspresi wajah orang lain," ujar Mara Mather, direktur Emotion and Cognition Lab di USC.

(Mel/*)

Source : http://health.liputan6.com/read/614528/saat-pria-stres-muncul-risiko-jantung-sampai-jumlah-sperma-turun