Selasa, 18 Juni 2013

Komnas Anak: RUU Pertembakauan Bukti Negara Kalah dari Industri Rokok

Berbagi informasi terkini dari detikcom bersama teman-teman Anda Connect with Facebook

Jakarta, Perang urat saraf antara pro kontra isu rokok masih terus berlangsung. Setelah disahkannya PP No 109/2012 tentang pengendalian produk tembakau, muncul rancangan undang-undang 'tandingan'. Ketua Komnas Perlindungan Anak menilai negara kalah dari industri rokok.

"Negara kalah dengan kekuatan industri rokok. Sehingga RUU Pertembakauan bisa lolos di Badan Legislatif walaupun belum diatur dengan Pansus dan sebagainya," kata Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak dalam konferensi pers tentang petisiStop Iklan Rokok di kantor Change.org, Menteng, Jakarta, Senin (17/6/2013).

RUU Pertembakauan memang tiba-tiba muncul dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) tanpa ada pembahasan sebelumnya. Sebagian pihak merasa kecolongan karena setelah menunggu sekian lama sampai peraturan pengendalian tembakau berhasil disahkan, kini tiba-tiba ada RUU yang masuk tanpa permisi.

Arist menilai keberadaan RUU ini berkaitan dengan tahun politik menjelang pemilu. Caleg yang asal-usulnya dari industri rokok danpertembakauan bisa diduga paling susah untuk diajak berdiskusi. Akibat dari kebijakan yang memihak industri ini, Arist menyatakan bahwa anak-anaklah yang akan menjadi korban.

Hasil survei cepat yang dilakukan Komnas Perlindungan Anak di 10 kota terhadap 1.000 anak SMA menemukan bahwa 93 persen responden mengaku melihat iklan rokok dari TV. Sekitar 50 persen mengaku melihat iklan rokok dari baliho dan 38 persen menonton iklan rokok lewat konser.

"Artinya, iklan rokok adalah strategi jitu untuk menjerat perokok pemula. Bahkan sekarang itu ada anak berumur 11 bulan yang merokok. Itu karena pengaruh lingkungan dan iklan," tegas Arist.

Lebih lanjut Arist mengatakan bahwa petani tembakau tak akan mati walau ada kebijakan larangan untuk beriklan. Karena data di lapangan menunjukkan bahwa konsumsi rokok di Indonesia meningkat, tapi lahan tembakau tetap tidak berubah. Artinya, industri rokok dalam negeri lebih banyak mendapat tembakau dari luar negeri.

"Miras itu produk legal, rokok juga produk legal, tapi kenapa rokok malah boleh diiklankan? Artinya pemerintah melakukan diskriminasiterhadap industri. Bagaimana sebuah produk yang dapat mengganggu kesehatan publik tapi legal, diiklankan?" kata Arist.

(pah/vit)

Source : http://detik.feedsportal.com/c/33613/f/656114/s/2d65da96/l/0Lhealth0Bdetik0N0Cread0C20A130C0A60C170C1930A470C22761260C7630Ckomnas0Eanak0Eruu0Epertembakauan0Ebukti0Enegara0Ekalah0Edari0Eindustri0Erokok/story01.htm