Sabtu, 08 Juni 2013

Kisah Jessica yang Nyaris Meninggal Gara-gara Minum Alkohol Tiap Hari

Berbagi informasi terkini dari detikcom bersama teman-teman Anda Connect with Facebook

Jakarta, Meminum wine dalam dosis yang berlebihan tentu tak baik bagi kesehatan. Seperti Jessica Deelay yang nyaris meninggal karena dalam kurun 3 tahun minum anggur dan cider (sari buah fermentasi) berlebihan.

Seperti dikutip dari The Sun, Jumat (7/6/2013), selama 3 tahun Jessica telah menenggak hingga 5 liter cider ditambah 3 botol wine setiap hari. Meskipun dalam 4 tahun terakhir ia tidak mengonsumsinya, tetapi riwayat mengerikan mengenai apa yang ia minum tetap ada.

Karena tindakannya ini ia menderita pankreatitis dan harus mengunjungi rumah sakit setiap hari untuk mengobati pankreasnya yang rusak dan memerah. Dia juga memiliki abses pada hati dan pankreasnya. Jessica harus hidup dengan stent pada pankreasnya dan kantong plastik di punggungnya untuk mengumpulkan cairan dari pankreas.

"Ini bukanlah cara yang seharusnya dilakukan oleh orang berusia 25 tahun," ujar Jessica.

"Karena ada tas plastik yang selalu menempel di punggung saya, saya tidak bisa memakai atasan ketat yang saya suka. Kadang-kadang saya harus menggantinya karena itu sangat bau," imbuh Jessica.

Dia menambahkan dokter sempat berpikir bahwa operasi dapat membantu. Tetapi bisa jadi operasi justru akan membahayakan dan meninggalkan luka yang besar di tubuhnya.

"Saya pikir saya terlalu muda untuk menerima risiko dari alkohol, ternyata saya salah," ungkapnya.

Jessica masih berusia 15 tahun saat ia suka menenggak alkohol. Dalam waktu dua tahun selera minumnya menjadi seperti tak terkendali.

"Pacar saya berselingkuh dan saya minum dari pagi sampai malam. Saya minum 7 botol cider dan beberapa botol anggur," kisah Jessica.

Yang lebih mengerikan, Jessica mengaku tidak dapat berpikir tanpa meminum alkohol. Bahkan ia tidak dapat membaca koran dan merasa tak dapat bertahan tanpa alkohol. Karena itu dalam waktu 6 bulan, Jessica merasa membutuhkan alkohol agar tubuhnya berfungsi normal. Karena meminum alkohol berlebihan, serinjg kali Jessica gemetar ketika mabuk dan kondisi itu membuat keluarganya sangat takut.

"Orang tua saya benar-benar ketakutan ketika saya duduk untuk minum teh bersama mereka, karena makanan saya bisa terbang dari garpunya sebab saya bergetar begitu hebat," katanya.

Menurut Jessica, bahkan keluarganya sering mengusirnya keluar rumah. Saat itu terjadi, dia akan menghabiskan beberapa pekan di rumah temannya. "Tetapi mereka selalu membawa saya pulang karena khawatir," ucap dia.

Jessica yang tidak bekerja itu sering mengunjungi kakeknya demi mendapat uang. Kemudian uang yang didapatnya itu digunakan untuk membeli minuman keras. Namun Jessica selalu berupaya menyembunyikan kondisi mabuknya.

"Saya beradu argumentasi ketika mabuk, dan orang tua saya tidak ingin saya seperti itu," ucap Jessica.

"Saya akan bangun, berkeringat, dan gemetar. Itu mengerikan," tambahnya.

Jessica menuturkan dirinya akan pergi minum alcopops, cider dan wine di rumah temannya atau di jalan jika tak punya tempat lain untuk menikmati minuman itu. Bahkan karena mabuk, Jessica pernah menjadi menyerang seorang polisi yang membuatnya kemudian ditangkap.

Ketika tubuh Jessica mulai menolak alkohol sama sekali, ia sering muntah dan telah mengalami kram perut serta terengah-engah. Selain itu, rambutnya menipis dan ia mengalami kebotakan.

Suatu hari di bulan OKtober 2008, ia tak mampu berdiri dan harus merangkak sepanjang lantai. "Semua organ tubuh saya mati dan saya merasa seperti sedang sekarat. Saya hampir tidak bisa bergerak tapi saya berhasil memanggil ambulans dan dibawa ke Rumah Sakit Furness," kenangnya.

Di ambang kematiannya, Jessica mengalami koma 3 pekan. Dia pun mendapat pengobatan dan monitoring selama 24 jam dalam seminggu oleh dokter. Ketika Jessica terbangun, dokter menguras pankreas yang berisi cairan beracun dengan alat pengering yang dibuat dan dipasang di punggungnya. Akhirnya ia dizinkan keluar RS pada Februari 2009.

Meskipun tak lagi minum alkohol setetes pun namun tubuh Jessica masih saja lemah. Pada Agustus 2009, dia kembali dilarikan ke RS dan mengalami koma keduanya selama empat pekan. Dokter pun kembali menguras tubuhnya.

Alhasil, perayaan ulang tahun ke-21, Natal, dan Tahun Baru dilakukan Jessica di rumah sakit. Sebab kondisinya terlalu parah untuk meninggalkan RS. Tubuhnya yang rusak terhubung dengan banyak kabel dan dia diberi aneka obat-obatan untuk mengatasi rasa sakit.

"Pada satu titik, itu sangat menakutkan, saya berpikir saya sudah benar-benar rusak dan tidak bisa disembuhkan," kata Jessica.

Namun akhirnya, pada Januari 2010 ia dinyatakan sembuh dan bisa meninggalkan RS. Tiga tahun lalu ia bertemu pria yang kemudian jadi suaminya, Luke Duncalfe. Saat ini mereka telah memiliki dua putra yakni Joby (16 bulan) dan Cody (6 bulan). Namun karena tubuh Jessica yang 'rusak', kedua anaknya lahir prematur. Kedua bocah itu mengalami kondisi yang disebut epidermolisis bulosa, yakni kondisi di mana mereka kehilangan lapisan kulit.

"Joby lahir 10 minggu lebih awal dan dokter melihat ada masalah ketika ia berhenti makan setelah beberapa hari dan ia menjadi kembung," kata Jessica.

Petugas medis mendiagnosis anak Jessica epidermolisis bulosa dengan atresia pyloric yang berarti anaknya memiliki masalah dengan saluran pencernaan dan hilangnya lapisan kulit. "Aku merasa sangat bersalah karena mereka begitu kecil dan rentan," ujar Jessica.

Meskipun Jessica tak lagi minum minuman keras saat ia hamil, namun menurut dokter dampak minuman keras berlebihan di masa lalu bisa dirasakan anaknya, apalagi tubuh Jessica telah rusak. Anak Jessica menjalani operasi untuk memperbaiki kondisi perutnya tetapi ia akan tetap hidup dengan kulit sensitif dan lecet selama sisa hidupnya.

Anak kedunya, Cody, lahir dengan kondisi yang sama. Selain itu, bayi Joby dan Cody hanya bisa dimandikan dengan Dermatol karena kulit mereka sangat rapuh terhadap produk perawatan bayi yang dijual di pasaran. Walau demikian Jessica sangat bahagia bisa menjadi seorang ibu.

"Saya selalu beranggapan bahwa setelah semua yang saya lakukan untuk tubuh saya, saya tidak akan bisa punya anak. Tentu saja saya merasa sedih dengan kondisi mereka, tetapi saya harus hidup dengan rasa bersalah itu," kata Jessica.

Jessica sendiri bertekad akan memberitahukan pada anaknya betapa mengerikan dampak alkohol ketika mereka sudah cukup besar dan mampu menerima informasi sehingga mereka mengerti. Ia sungguh menyesal dengan perbuatan yang mengakibatkan hidupnya berantakan namun waktu memang tak dapat diulang sehingga ia harus tetap menatap ke depan.

"Sekarang, saya hanya melihat ke depan demi masa depan keluarga saya," kata Jessica.

Dengan banyaknya jumlah peminum dan juga peminum di bawah umur di Inggris Jessica memutuskan untuk angkat suara. Dia ingin ikut memperingatkan bahaya mabuk-mabukan bagi kesehatan seseorang.

(vit/vit)

Source : http://detik.feedsportal.com/c/33613/f/656114/s/2cf937bc/l/0Lhealth0Bdetik0N0Cread0C20A130C0A60C0A70C1858160C22675490C120A20Ckisah0Ejessica0Eyang0Enyaris0Emeninggal0Egara0Egara0Eminum0Ealkohol0Etiap0Ehari/story01.htm