Senin, 24 Juni 2013

Desainer Indonesia Belajar Membuat Fashion Film

TEMPO.CO, Jakarta - Fashion film mungkin sesuatu yang masih asing di dunia mode Indonesia. Pasalnya, tidak banyak desainer yang memperkenalkan label mode mereka melalui karya artistik visual seperti film.

Untuk menjembatani persoalan terbatasnya praktisi mode yang paham tentang fashion film, panitia penyelenggara Jakarta Fashion Week 2014,  bekerjasama dengan British Council, menghadirkan tiga pakar pembuat fashion film untuk belajar bersama dengan desainer muda Indonesia tentang proses pembuatan fashion film. Ketiga pakar tersebut adalah Kathryn Ferguson, Marie Schuller dan Carri Munden yang berasal dari Inggris.

Selama empat hari semenjak 14 Juni hingga 18 Juni 2013, lokakarya yang bertajuk Fashion Film Project : Dressing on the Screen ini diikuti oleh desainer muda antara lain Yosafat Adi Kurniawan, Albert Yanuar, Eridani, Toton Januar, Jeffry Tan, Vinora Ng dan Novita Yunus.

"Dari pengalaman saya empat hari ini, fashion film mungkin banyak orang mengira adalah gambar dari koleksi atau apa yang seorang desainer kerjakan. Akhirnya kite belajar bahwa fashion film itu lebih kepada branding. Hal apa yang ingin ditampilkan dan pesan apa yang ingin disampaikan dalam film," kata Toton Januar, desainer pemilik label mode Toton, Rabu, 19 Juni 2013.

Toton pun menambahkan bahwa pengerjaan fashion film juga perlu ketelitian. Pasalnya, esensi dan arti karya yang ingin disampaikan tidak boleh salah. Tidak hanya Toton, kesan yang mendalam atas terobosan baru di dunia mode Indonesia itu juga disampaikan oleh Vinora Ng.

"Kalau dengan video bisa lebih clear lagi gambarannya. Kedepanya kalau kita punya cerita kita bisa bikin dokumentary, supaya lebih dekat dengan audiens," kata pemilik label mode Vinora itu yang juga bertindak sebagai sutradara dalam film fashion buatan rumah modenya.

Di belahan dunia lain, fashion film menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi perkembangan label mode seorang desainer. Selain sebagai media untuk memperkenalkan karya mode, para desainer bisa memanfaatkan untuk menyampaikan cerita dibalik karya yang dibuatnya tersebut.

"Fashion film seperti sesuatu dibalik layar karya desainer," kata Kathryn. "Bayangkan saja seperti video musik yang ada artis dan lagunya, di fashion film ada desainer dan karya-karyanya. Film ini menyatukan cerita, apa yang melatarbelakangi karya dan pameran karya itu sendiri. Kita juga perlu menunjukkan unsur tertentu. Sehingga fashion film itu harus benar-benar lengkap, punya konsep dan tujuan," ujar Kathryn.

Ia menambahkan bahwa perkembangan mode di Indonesia, khususnya di Jakarta yang ditandai dengan menjamurnya perhelatan mode, menjadi hal yang sangat potensial untuk dikembangkan. Ketersediaan teknologi yang canggih serta berbagai sumber daya kreatif dari audio maupun visual sangat bisa dimafaatkan untuk promosi karya-karya mode kepada masyarakat luas.

Hal ini tentu sangat menguntungkan sebuah label mode. Kathryn sendiri yang sudah ahli menangani fashion film, salah satunya untuk proyek label mode milik Lady Gaga, menganggap fashion film sebagai wadah yang mampu mengkolaborasikan berbagai karya seni dalam karya tersendiri yang menarik.

NURUL MAHMUDAH

Berita Lain:
16 Perancang Muda Ramaikan IPMI Trend Show
Survei: 54 Persen Pria Berdandan
Uniqlo Akan Buka 10 Gerai di Indonesia

Source : http://www.tempo.co/read/news/2013/06/23/110490476/Desainer-Indonesia-Belajar-Membuat-Fashion-Film